Pengamat Ekonomi : Kenaikan Harga BBM Dapat Memicu Inflasi Hingga Delapan Persen

- 5 September 2022, 08:48 WIB
Sopir angkot menunggu penumpang di Rangkasbitung, Lebak, Banten, Minggu (4/9/2022). Sejumlah sopir angkot di daerah tersebut mengaku mengeluhkan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite dari Rp 7.650 per liter menjadi Rp 10.000 per liter sehingga mengharuskan tarif angkot juga ikut naik dan berdampak pada sepinya penumpang. ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas/hp.
Sopir angkot menunggu penumpang di Rangkasbitung, Lebak, Banten, Minggu (4/9/2022). Sejumlah sopir angkot di daerah tersebut mengaku mengeluhkan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite dari Rp 7.650 per liter menjadi Rp 10.000 per liter sehingga mengharuskan tarif angkot juga ikut naik dan berdampak pada sepinya penumpang. ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas/hp. /Muhammad Bagus Khoirunas/ANTARA FOTO

TENTANGBATANG.COM - Kenaikan harga BBM baru saja terjadi pada Sabtu, 3 September 2022 kemarin. 

Biasanya kenaikan harga BBM akan diikuti dengan naiknya harga bahan-bahan pokok di masyarakat.

Menanggapi hal ini pengamat ekonomi dari Universitas Jember (Unej) Adhitya Wardhono PhD, mewanti-wanti meningkatnya laju inflasi akibat kenaikan harga bbm.

Baca Juga: Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo Turut Meramaikan Dieng Culture Festival Bersama Denny Caknan

"Besar kemungkinan pada waktu dekat ini akan terjadi penurunan pada konsumsi dan kenaikan inflasi, tetapi dalam taraf yang moderat," sebagaimana dikutip Tentang Batang dari Antara News pada Minggu, 4 September 2022. 

Ditambahkan oleh Adhitya, perkiraan inflasi ada di kisaran 6-8 persen. Kenaikan harga BBM di saat suku bunga Bank Indonesia 3,75 persen, akan berpengaruh pada kinerja ekonomi.

Selain perkiraan naiknya harga barang-barang pokok sebagai dampak kenaikan harga bbm, tarif angkutan, serta harga sandang pangan diperkirakan juga turut naik, hal ini juga dapat memicu inflasi.

Baca Juga: Senengnya Bukan Main! Farel Prayoga Dapat Hadiah dari Pak Ganjar, Salah Satunya Gendang Ring Petir

"Harga bahan bakar merupakan masalah yang sensitif secara politik di Indonesia, dan perubahan tersebut akan memiliki implikasi besar bagi rumah tangga dan usaha kecil, karena bahan bakar bersubsidi menyumbang lebih dari 80 persen pendapatan negara," ujar Adhitya.

Meski Adhitya memperkirakan laju inflasi 6-8 persen sebagai dampak kenaikan bbm ini, namun ekonom Universitas Indonesia (UI) Fithra Faisal mengatakan, kondisi ekonomi nasional cukup kuat dalam menghadapi dampak kenaikan harga bbm.

Hal itu bukan tanpa alasan, sebab deflasi nasional yang dirilis BPS minus 0,21 persen pada kuartal II 2022. 

Baca Juga: Kecelakaan Maut Truk Tabrak Tiang BTS di Bekasi, Polisi: Kemungkinan Bukan Rem Blong

"Ini adalah deflasi yang terbesar setelah 2019. Artinya tekanan inflasi sudah mulai reda. Secara tahunan juga inflasi pada Agustus lalu sebesar 4,69 persen, (dibanding) bulan Juli yang hanya 4,9 persen, itu kan deflasi juga," ujar Fithra.

Menurut Fithra, saat ini merupakan momen yang pas untuk mengurangi beban subsidi bbm yang mengganggu stabilitas fiskal APBN.***

Editor: Agus Susilo Nugroho

Sumber: Antara News


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah