Meski Adhitya memperkirakan laju inflasi 6-8 persen sebagai dampak kenaikan bbm ini, namun ekonom Universitas Indonesia (UI) Fithra Faisal mengatakan, kondisi ekonomi nasional cukup kuat dalam menghadapi dampak kenaikan harga bbm.
Hal itu bukan tanpa alasan, sebab deflasi nasional yang dirilis BPS minus 0,21 persen pada kuartal II 2022.
Baca Juga: Kecelakaan Maut Truk Tabrak Tiang BTS di Bekasi, Polisi: Kemungkinan Bukan Rem Blong
"Ini adalah deflasi yang terbesar setelah 2019. Artinya tekanan inflasi sudah mulai reda. Secara tahunan juga inflasi pada Agustus lalu sebesar 4,69 persen, (dibanding) bulan Juli yang hanya 4,9 persen, itu kan deflasi juga," ujar Fithra.
Menurut Fithra, saat ini merupakan momen yang pas untuk mengurangi beban subsidi bbm yang mengganggu stabilitas fiskal APBN.***